Menyemai Bibit Wirausahawan

Ustadz dan Ustadzah beserta anak anak Mimudaku berlatih Wirausaha

Aktifitas membeli lebih mudah daripada menjual. kegiatan konsumtif lebih mudah daripada produktif. Berangkat dari pernyataan di atas, maka untuk
mengisi jeda UTS semester genap, 2017/2018 MI Muhammadiyah 2 Kudus PK. mengajak peserta didik untuk berwirausaha. Memantik siswa produktif dan mengurangi sikap konsumtif.

Bak jamur dimusim penghujan, ruangan hall yg tadinya sepi berubah menjadi riuh. Para murid bersuka cita melaksanakan kegiatan yg digelar sekali dalam semester dan diikuti seluruh siswa-siswi.

Sekilas kegiatan ini nampak sederhana, namun sesungguhnya hal ini sangat bermakna di hati para siswa. Betapa tidak, pembelajaran yg selama ini banyak dilaksanakan di dalam kelas dan dikendalikan oleh guru, maka saat ini berubah 180 derajat. Kegiatan ini menjadi milik siswa dan dikendalikan oleh mereka. Para siswa dapat berekspresi seluas-luasnya sesuai bakat dan minatnya. Ada yang yang bergulat dibidang suplayer, produksi maupun penjualan.

Hal ini tentu memberikan kesan mendalam, karena berkesempatan menjadi diri mereka sendiri.
Pada kesempatan ini produk yg dihasilkan siswa masih sangat terbatas dan didominasi oleh makanan, minuman, serta sedikit produk kerajinan.

Meskipun demikian para siswa telah mendapatkan berbagai pembelajaran bermana, terutama keberanian untuk menawarkan produk yg dihasilkannya.
Menawarkan produk maupun jasa bukanlah hal yang sederhana. Dibutuhkan tekad dan pantang malu supaya laku. Bagi yg tidak biasa berdagang menawarkan kepada orang lain adalah sesuatu yg terberat. Butuh keberanian dan komunikasi yang yang meyakinkan. Hal Inilah yg menjadi target awal kegiatan ini; yakni siswa tidak malu menawarkan sesuatu kepada orang lain. Karena diyakini hal Inilah salah satu embrio suksesnya para wirausahawan, yakni pemasaran.
Buat apa malu berdagang, bukankah negara-negara maju itu berkembang karena ditopang oleh sektor perdagangannya? Sehingga negara-negara tersebut dikenal dg istilah “nation trade” (negara pedagang). Di mana surplus perdagangan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunannya. Untuk mencapai ini maka harus didukung minimal 2 persen penduduknya berprofesi sebagai wirausahawan. Dengan semakin banyaknya jumlah wirausahawan di suatu negeri maka semakin meningkatlah kesejahteraan ekonominya.
Dan jika menengok sirah nabawi, maka bukankan Rasulullah SAW. semasa remaja juga berprofesi sebagai pedagang?

Dengan demikian, kegiatan kewirausahaan ini bukan sekedar pelajaran, namun suatu penegasan bahwa pedagang adalah profesi yang mulia. Dalam profesi ini butuhkan kecerdasan pikiran agar tepat dalam perhitungan, kecerdasan emosional agar dapat memberikan layanan yg baik, dan dibutuhkan kecerdasan spiritual agar jujur dalam transaksi. Kemuliaan ini juga tercermin dari tuntutan sikap hemat, kerja keras, kreatif, serta selalu berorientasi ke masa depan.

Untuk itu tak perlu ragu, mari
bangkitkan semangat kewirausahaan! (sby/mimudaku)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *